HarianSultra.com, – Salah satu upaya melestarikan kebudayaan lokal yang ada di Bumi Anoa ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dibawah kepemimpinan Gubernur Sultra, H Ali Mazi SH bersama Wakilnya rutin mengusulkan pelabelan terhadap Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) secara nasional.
Terbukti, di penghujung tahun 2022 Pemprov Sultra kembali melabelkan tiga warisan budaya tak benda.
“Alhamdulilah, penghujung Tahun 2022 bertambah lagi sebanyak tiga WBTB kita, yakni Tarian Lumense, Tradisi Kabuenga, dan Tari Mondotambe sehingga total keseluruhan pada Tahun 2022 ini mencapai 27 WBTB,” jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra, Asrun Lio.
Lulusan S3 The Australian National University of Canberra ini menjelaskan, upaya pemberian label tersebut dilakukan melalui pengusulan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI.
“Layaknya pengusulan WBTB pada tahun-tahun sebelumnya, upaya ini tetap melalui sejumlah proses cukup penting dan ketat, hingga akhirnya Pemprov Sultra berhasil menerima sertifikat pelabelan pada tiga WBTB tersebut,” jelas Mantan Sekretaris Dewan Riset Daerah Sultra ini.
Mantan Konsultan Proyek Peningkatan Mutu SLTP ini menuturkan, pengusulan tersebut akan terus dilakukan dalam rangka melestarikan warisan budaya yang ada di Provinsi Sultra dan menjadikan milik Bangsa Indonesia, serta tidak mudah diklaim bangsa lain.
“Secara bertahap semua WBTB yang ada di daerah ini akan diusulkan menjadi WBTB Nasional ke Kemendikbudristek RI. Sebagai bidang yang menangani masalah kebudayaan, tentu ini menjadi tanggung jawab dan komitmen kita bersama untuk terus melakukan inventaris terhadap kebudayaan di Provinsi Sultra, yang kemudian dilakukan pengusulan terkait kepemilikan maupun pengakuan dari pemerintah pusat, tentunya melalui syarat yang berlaku,” ucapnya.
“Setelah melalui sejumlah proses penting termasuk sidang-sidang, Tahun ini (2022,red) Provinsi Sultra berhasil menerima tiga Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbudristek RI, sehingga secara keseluruhan terdapat 27 WBTB kita yang telah diakui secara nasional,” tambahnya.
Pembina Kerukunan Keluarga Baubau Buton (KKBB) Provinsi Sultra ini menjelaskan, adapun 27 WBTB tersebut yakni Tari Raigo, Kalosara, Kabanti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Maligebuton, Kaago-ago, Kamohu, Banua Tada, Dole-dole, Ewa Wuna, Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamooru Wuna/ Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-kandea, Tari Balumpa, Tenun Konawe, Tandaki, Tarian Lumense, Tradisi Kabuenga, dan Tari Mondotambe.
Pria yang berhasil masuk sebagai peserta terbaik dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat II Angkatan IX 2021, pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Manajemen Pemerintahan (Puslatbang KMP) LAN RI ini mengakui, jika Provinsi Sultra selain kaya hasil alam salah satunya dari segi pertambangan, juga kaya akan seni dan kebudayaan. Sehingga ini menjadi agenda penting bagi Dikbud Sultra untuk terus mempertahankan bahkan mengajak semua komponen, agar bersama-sama mengembangkan WBTB yang ada di daerah ini.
“Sebagai pemerintah, pihaknya terus mendorong semua pihak terkait di Sultra untuk terus bersama-sama menginventarisasi dan mengusulkan WBTB yang ada di Sultra ke pusat, untuk menjadi warisan kepada generasi penerus dan mendapatkan pengakuan dari Bangsa Indonesia bahkan hingga masyarakat dunia,” terang mantan Kepala Pusat Studi Eropa UHO ini.
Mantan Kepala Sekretariat Rektor UHO ini mengakui, upaya itu juga sebagai salah satu wujud pelaksanaan visi Pemprov Sultra, dalam hal ini Gubernur bersama Wakilnya yakni Sultra Beriman dan Berbudaya.
Pembina Kerukunan Keluarga Baubau Buton (KKBB) Provinsi Sultra ini menambahkan, kekayaan WBTB yang dimiliki daerah ini, menjadi aset penting dan menjadi masa depan Provinsi Sultra kedepan.
“Satu-satunya sumber daya yang semakin digali semakin kaya adalah sumberdaya kebudayaan seperti WBTB. Kalau sumberdaya alam semakin digali semakin habis, misalnya tambang emas semakin digali semakin habis. Tetapi kalau kebudayaan semakin digali semakin kaya. Contoh daerah-daerah yang mengandalkan sumber daya kebudayaan dalam membangun daerahnya adalah Bali dan Jogyakarta,” terang Peraih Juara 1 Diklat PIM III BPSDM Provinsi Sultra Tahun 2019 ini.
Orang nomor satu di jajaran Dikbud Provinsi Sultra ini menilai, Dikbud Sultra memandang pentingnya sertifikat ini, sebagai motivasi dan pengakuan terhadap identitas bangsa itu sendiri, yang dimulai dari skala kebudayaan lokal. Sekaligus dalam rangka mempertahankan, menjaga, mengembangkan, dan memperkaya WBTB demi warisan masa depan Sultra dan generasi selanjutnya.
“Selain kekayaan alam, masa depan Sultra juga ada pada kekayaan kebudayaan yang beragam. Untuk itu, mari tetap kita jaga, lestarikan, dan dikembangkan untuk menjadi warisan anak cucu dan tidak direbut oleh pihak asing,” pesannya.(**)