HarianSultra.com, Andoolo – Aliansi Masyarakat Tani (AMT) Konawe Selatan melaporkan PT Marketindo Selaras (MS) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Konsel atas dugaan pelanggaran hukum, Selasa, (17/6/2025).
Laporan dilakukan dengan menggelar aksi damai di halaman kantor Kejari Konsel sekaligus menyerahkan laporan resmi ke
Kejaksaan Negeri Konawe Selatan atas dugaan pelanggaran hukum dan kejahatan
korporasi oleh PT Marketindo Selaras.
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam
perjuangan hukum masyarakat, untuk menghentikan praktik perampasan tanah,
menegakkan supremasi hukum, dan memulihkan hak-hak rakyat yang selama ini dikorbankan oleh sistem investasi yang eksploitatif dan tak berpihak.
Selama hampir tiga dekade, masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan, hidup dalam bayang-bayang konflik agraria yang tak kunjung diselesaikan. Sejak awal 1990-an, tanah-tanah produktif milik petani dikuasai oleh perusahaan perkebunan, yang kini dijalankan oleh PT Marketindo Selaras.
Alih-alih membawa kesejahteraan,
kehadiran perusahaan tersebut justru menimbulkan penderitaan kolektif: penggusuran paksa, intimidasi, hilangnya mata pencaharian, kerusakan lingkungan, dan trauma sosial yang menahun.
PT MS beroperasi tanpa kejelasan
legalitas, tanpa Hak Guna Usaha (HGU), tanpa Izin Usaha Perkebunan (IUP), dan tanpa dokumen lingkungan. Sementara negara seolah abai, warga terus dihadapkan pada tekanan struktural dan kekerasan berbasis lahan.
Berbagai upaya damai telah ditempuh oleh warga, mulai dari dialog dengan pemerintah daerah, pelaporan ke lembaga negara, hingga mediasi adat. Namun, perusahaan tetap menjalankan aktivitas perkebunan secara sepihak, dengan cara-cara koersif dan melanggar hukum.
Isi Laporan dan Dasar Hukum Pelanggaran
Dalam laporan resmi kepada Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, AMT menguraikan
enam (6) poin dugaan pelanggaran hukum oleh PT MS dan dua perusahaan
pendahulunya, yakni PT Sumber Madu Bukari (SMB) dan PT Bukit Mandiri Permai (BMP):
1.Usaha Perkebunan Tanpa HGU dan IUP.
– Pelanggaran: Mengoperasikan usaha komersial tanpa HGU dan IUP, yang
merupakan syarat kumulatif.
– Dasar Hukum:
a)Pasal 42 ayat (1) UU No. 39/2014 jo. UU No. 6/2023,
b)Putusan MK No. 138/PUU-XIII/2015,
c)Permen Pertanian No. 45 Tahun 2019.
2.Tidak Memiliki AMDAL dan Izin Lingkungan
– Pelanggaran: Melakukan aktivitas skala besar tanpa dokumen AMDAL.
– Dasar Hukum:
a)Pasal 22 dan 24 UU No. 32/2009,
b)Pasal 37 ayat (1) PP No. 22/2021.
3.Perubahan Komoditas Tanpa Persetujuan
– Pelanggaran: Mengubah komoditas dari tebu ke sawit tanpa izin ulang.
– Dasar Hukum:
a)Pasal 5 dan 6 Permen Pertanian No. 98/2013,
b)Pasal 39 UU No. 39/2014.
4.Penggusuran Paksa dan Intimidasi
– Pelanggaran: Penggusuran rumah dan lahan warga secara paksa, penghancuran tanaman, dan intimidasi.
– Dasar Hukum:
a)Pasal 167 dan 170 KUHP,
b)Pasal 9 dan 28 UU No. 39/1999 tentang HAM,
c)Prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent).
5.Wanprestasi oleh Perusahaan Pendahulu (SMB & BMP)
– Pelanggaran: Mengambil alih tanah-tanah konflik tanpa menyelesaikan
kewajiban sebelumnya.
– Dasar Hukum:
a)Pasal 1338 KUHPerdata,
b)Prinsip successor liability dan wanprestasi.
6.Dugaan Pelanggaran Pasal 47 UU. Perkebunan
– Pelanggaran: Usaha budi daya tanpa legalitas formal.
– Dasar Hukum:
a) Pasal 47 ayat (2) UU No. 39/2014,
b) Berpotensi masuk ke ranah pidana korporasi.
Tuntutan Hukum dan Pemulihan Hak Rakyat
I.Kepada Bupati Konawe Selatan:
1.Mencabut seluruh perizinan PT MS secara permanen.
2.Menyusun agenda pemulihan hak rakyat, termasuk reforma agraria
berbasis wilayah kelola rakyat.
II.Kepada Kejaksaan Negeri Konawe Selatan:
1.Memanggil dan memeriksa pimpinan PT MS atas dugaan pelanggaran hukum di sektor perkebunan, lingkungan, dan kehutanan.
2.Menjalankan penegakan hukum korporasi sesuai UU No. 11/2021
tentang Kejaksaan.
3.Menindak segala bentuk penggusuran paksa dan kekerasan terhadap
warga.
III. Kepada DLH dan ATR/BPN Konawe Selatan:
1.Menghentikan proses legalisasi lahan yang diajukan PT MS.
2.Melakukan audit lingkungan dan membuka hasilnya secara transparan
kepada publik.
Seruan Moral dan Konstitusional
Tanah bukan ruang kosong, tapi ruang hidup rakyat. Keadilan agraria bukan sekadar
slogan, melainkan mandat konstitusi.
“Jika keadilan tak ditegakkan, kami akan terus bersuara dan berjuang. Hari ini kami
laporkan pelanggaran, besok kami perkuat perlawanan.” kata Ketua AMT Konawe Selatan, Abdul Kadir Massa.
“Tanah kami dirampas tanpa dasar hukum. Sekarang saatnya negara berpihak pada
rakyat” kata Koordinator lapangan AMT, Ikbal Laribae. (Marwan)