Klaim Lahan Memanas di Angata, Warga dan PT MS Nyaris Bentrok Fisik Lagi

Konawe Selatan23 Dilihat

Konawe Selatan, HarianSultra.com – Ketegangan terkait sengketa lahan antara masyarakat Desa Puao, Motaha, lamoen, Pusanggula, Sandei, Puuroe, Sandarsih dan Teteasa di Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dengan pihak PT Marketindo Selaras (MS) kembali memuncak pada Jumat, (5/12/2025).

Adu jotos nyaris tak terhindarkan setelah terjadi adu argumen keras di lokasi sengketa, mengingatkan kembali insiden kekerasan sebelumnya yang mengakibatkan korban luka parah di kedua belah pihak pada 2024-2025.

Ketegangan terbaru ini bermula ketika karyawan PT MS sedang merusak tanaman tumbuh dan rumah milik petani setempat. Seorang warga, Saban, mendatangi buruh PT MS dan meminta agar aktivitas pengrusakan dihentikan karena status lahan masih dalam sengketa.

Namun, salah satu buruh PT MS bernama Asran Silondae tetap bersikeras dan ngotot melanjutkan aktivitasnya, yang kemudian memicu adu argumen sengit hingga hampir terjadi insiden fisik.

Ketua Aliansi Masyarakat Kecamatan Angata (gabungan 8 desa), Kadir Masa, menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) Konsel yang dinilai secara sepihak memberikan dukungan dan izin kepada PT MS. Menurutnya, persoalan lahan seluas 1.300 hektar ini sudah bermasalah sejak lama, bahkan setelah perusahaan sebelumnya, PT Sumber Madu Bukari (SMB), dinyatakan pailit.

“Ini persoalan sejak dulu sudah bermasalah. Setelah (PT SMB) pailit, ada putusan pengadilan yang menyatakan lahan 1.300 bukan aset Sumber Madu Bukari, melainkan hanya lokasi pabrik dan aset lainnya,” tegas Kadir Masa.

Kadir menyayangkan kebijakan Pemda Konsel, dari era Bupati sebelumnya hingga Bupati saat ini, yang dinilai tetap memberikan izin dan dukungan kepada PT MS tanpa sosialisasi terbuka kepada masyarakat.

Ia menyoroti inkonsistensi sikap Bupati saat ini, Irham Kalenggo, yang diklaim sempat berjanji membantu masyarakat saat masih menjabat sebagai Ketua DPRD, namun kini justru mengeluarkan surat yang melarang masyarakat memasuki lahan 1.300 hektar tersebut.

“Anehnya Bupati habis membuat surat untuk PT MS dilarang masuk, kok tiba-tiba satu minggu kemudian muncul suratnya melarang masyarakat masuk. Makanya terjadi insiden yang kini berproses hukum,” ungkapnya.

Masyarakat merasa dirugikan karena lahan tersebut merupakan hamparan sagu, rawa, dan sumber kehidupan utama mereka. Tuntutan masyarakat untuk penyelesaian tidak pernah diindahkan, meskipun insiden berulang kali terjadi hingga menyebabkan korban luka dan proses hukum.

Masyarakat kini mendesak Pemda untuk segera menggelar pertemuan terbuka dengan PT MS. Tujuannya adalah untuk membuka dan membuktikan dokumen yang disyaratkan oleh undang-undang, termasuk: Dokumen take over dari PT Sumber Madu Bukari, Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).

“Setau saya dokumen seperti take over tidak ada, HGU tidak perna diterbitkan oleh Kementrian ATR/BPN dan justru yang ada itu adanya upaya pencekalan, dan IUP-nya sudah mati. Jadi tidak ada apa-apanya ini PT MS kenapa Bupati kembali mendukungnya untuk melakukan aktivitas,” kata Kadir.

Aliansi masyarakat Angata menegaskan akan terus mempertahankan lahan tersebut selama PT MS tidak mampu menunjukkan bukti dokumen kepemilikan yang sah.

Kadir juga menawarkan solusi lain agar PT MS mengolah lahan baru seluas kurang lebih 2.500 hektar yang mereka miliki, dan tidak memaksakan di lahan yang sudah diduduki masyarakat.

“Saya minta Pemda harus melakukan pertemuan terbuka dengan PT MS, menghadirkan pengacara dan pihak terkait untuk buka dokumen,” tutupnya.(Marwan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *