HarianSultra.com, Kendari – Maraknya pemberitaan yang menyeret nama mantan Gubernur Sultra H Ali Mazi SH dalam persidangan kasus korupsi Blok Mandiodo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) oleh salah satu perusahaan yang beroperasi di Blok Mandiodo, yang tengah digelar pada Pengadilan di Jakarta Pusat, kini mendapat respon dari sejumlah pihak.
Respon tersebut datang dari Muh Tahir Lakimi sebagai Anggota Bidang Pariwisata, Kesra, Pemuda dan Olahraga, Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Sultra pada masa pemerintahan Gubernur Ali Mazi, bahwa Blok Mandiodo merupakan salah satu konsekuensi jabatan, yang harus dilewati seorang H Ali Mazi SH yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Sultra.
Sebagai Staf Khusus Pribadi Ali Mazi (AM), Muh Tahir Lakimi mengakui, jika mantan Gubernur Sultra yang juga sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Sultra, Ali Mazi mengikuti serta menghormati setiap proses hukum termasuk pemberitaan media oleh rekan-rekan wartawan.
Menurutnya, terkait proses persidangan kasus dugaan korupsi dimana nama H. Ali Mazi disebut oleh beberapa saksi berperan dalam KSO Antara PT Antam, Perusda Sultra dan PT Lawu Agung Mining yang sedang bergulir di pengadilan, merupakan konsekuensi investasi yang harus dihadapi oleh mantan pengacara kasus Hilton 2006 lalu, yang pernah menyeret nama H. Ali Mazi, SH pada periode pertama pemerintahannya di Sultra.
“Pak Ali Mazi pernah menjalani proses hukum dan beliau memang orang yang taat hukum, sehingga dirinya harus meninggalkan jabatan gubernur untuk sementara kala itu, meskipun kasus Hilton sama sekali tak terkait jabatannya dengan gubernur melainkan saat masih menjadi pengacara PT Indobuild.Co, karena tak terbukti dugaan korupsi Gelora Senayan dalam perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton oleh PN Jakarta Pusat, selanjutnya Mahkama Agung memulihkan nama H. Ali Mazi, SH setelah mendapat pendapat hukum MA dan kembali melanjutkan tugas gubernur Sultra tahun 2007,” kenangnya.
Artinya, masih dia, ini semua adalah konsekuensi jabatan yang harus dilewati oleh seorang H. Ali Mazi, SH dan saat ini kembali berulang, meskipun di momen yang berbeda, dimana Ali Mazi telah meninggalkan posisi jabatan gubernur Sultra kini.
“Pak Ali Mazi orang yang taat hukum. Untuk itu, kami berharap proses hukum berjalan baik sehingga tak ada pihak yang menjadi korban yang seharusnya tak perlu dikorbankan. Setiap orang berhak terhadap equality before the law dimana setiap orang tunduk pada hukum peradilan, sehingga tak ada narasi sepihak, sebelum dikeluarkannya putusan pengadilan yang tetap atau Inkrah,” pesannya.
Dia juga kembali mengingatkan jika dalam persidangan, pengakuan sejumlah pihak di pengadilan Tipikor Kendari (18/1/2024) bahwa peran H. Ali Mazi, SH sesuai dengan kapasitasnya sebagai gubernur yang menunjuk Perumda Sultra untuk melakukan KSO (Kerjasama Operasional-red) dengan PT Antam.
Mantan Sekretaris Umum KONI Sultra ini kembali mengenang awal kepemimpinan mantan Gubernur Sultra, Ali Mazi pada periode keduanya, dimana kala itu belum genap setahun memimpin telah dilanda Covid-19 selama dua tahun. Belum pulih dan masuk masa transisi Covid-19, kembali dilanda ujian lain yakni berupa inflasi hingga stunting.
“Sebagai pemimpin, Pak Ali Mazi memiliki kewajiban moral untuk menggerak semua sektor sumber daya daerah yang dimiliki, termasuk potensi yang ada di Perumda, untuk bagaimana menggerakan ekonomi di masyarakat. Apalagi hal ini sesuai dengan amanat Bapak Presiden RI Joko Widodo yakni bagaimana memberi kemudahan investasi, dimana beliau menekankan agar investor jangan dipersulit, tentunya melalui aturan yang tidak menyimpang,” papar Mantan Sekretaris Hmum BADKO HMI Sulawesi ini.
Mantan Sekjen PB Bakopmist melanjutkan, atas berbagai pertimbangan tersebut maka Ali Mazi saat menjadi Gubernur Sultra menyiapkan sebuah sistem pengelolaan, yang dapat dianalogikan seperti polisi yang mengeluarkan SIM sebagai syarat sahnya seseorang berkendaraan di jalan raya, setelah seseorang tersebut dinyatakan layak dan memenuhi syarat. Kalaupun suatu saat terjadi masalah di jalan atas pengguna SIM dimaksud, maka konsekuensi berada pada pemegang SIM, bukan pada pemberi SIM.
Mantan pelajar mahasiswa Sultra-Sulsel ini mengatakan, sejalan dengan hal tersebut, maka sebagai kepala pemerintahan di daerah yang tengah marak tumbuh dan berkembang investasi khususnya pertambangan, apalagi Sultra sangat menjadi primadona bukan hanya dimata investor dalam negeri, melainkan banyak pula investor yang berasal dari luar negeri. Maka peran kepala daerah sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah, tentu berperan sangat strategis dalam menfasilitasi kepentingan semua pihak.
“Di sisi lain negara membutuhkan stimulus pemasukan pendapatan negara, yang tentu saja suplay energi pemasukan pendapatan antara lain berasal dari gerak perputaran investasi yang ada di daerah. Tak terkecuali di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang boleh dikata saat ini menjadi pusaran energi dunia. Mata investor dunia internasional saat ini tertuju tajam ke peta Indonesia, khususnya di jazirah Sulawesi Tenggara, dimana di dalam perut Bumi Anoa ini tersimpan kekayaan alam yang luar biasa sehingga nama Sultra mulai marak diperbincangkan baik di forum nasional maupun di ruang diskusi investasi dunia internasional akibat kekayaan sumber daya alam dibidang pertambangan,” paparnya.
Dia menerangkan, untuk itu negara dalam hal ini pemerintah pusat, tentu tidak bisa menutup mata dan membiarkan kekayaan alam daerah tanpa sentuhan, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat harus bisa diterjemahkan oleh pemerintah daerah secara tepat dan berpijak pada koridor regulasi yang ada.
“Namun jika ditengah perjalanan proses penatakelolaan investasi terdapat kekeliruan, tentu tidak bisa dibiarkan, hal ini harus mendapat atensi serius dari semua pihak, agar investor tetap berkiblat pada regulasi tak keluar jalur, kefatalan dihindari kerugian diminimalisir. Dan Pak Ali Mazi mendukung hal penuh hal tersebut,” tuturnya.(Red/Wan)