Kejagung Segel Tambang PT Tonia Mitra Sejahtera di Kabaena: Diduga Merugikan Negara Triliunan Rupiah

Bombana1 Dilihat

HarianSultra.com, Bombana – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, resmi menyegel lahan pertambangan nikel milik PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Penyegelan ini dilakukan pada 11 September 2025 sebagai tindak lanjut dugaan penambangan ilegal yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Penyegelan ini dilakukan dengan memasang plang besi di atas lahan seluas 172,82 hektare bertuliskan, “Areal pertambangan PT Tonia Mitra Sejahtera dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia.” Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Abdul Rahman, menegaskan bahwa penindakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah pusat dalam menindak aktivitas tambang ilegal.

“Penindakan dilakukan di areal tambang PT TMS, dan ini langsung dikomandoi Jampidsus. Artinya, pemerintah pusat serius,” ujar Abdul Rahman.

Menurut Satgas PKH, PT TMS diduga melakukan aktivitas penambangan tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Akibatnya, semua aktivitas perusahaan dikategorikan ilegal.

Sejak 2017, riwayat perusahaan ini penuh dengan intrik, termasuk dugaan manipulasi dokumen dan konflik berkepanjangan. Kuasa hukum dari pihak yang diakui Mahkamah Agung (MA) sebagai pemilik sah PT TMS, Manatap Ambarita, SH, menyatakan bahwa PT TMS versi ilegal yang diduga terkait dengan Arinta Nila Hapsari, istri Gubernur Sultra Andi Sumangerukka (ASR), telah menambang secara ilegal.

“Mereka menambang tanpa IPPKH dan menjual lebih dari 14 juta metrik ton ore nikel, merugikan negara Rp9 triliun lebih,” ujarnya.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, perusahaan versi ilegal itu tercatat menjual sekitar 14.494.062 WMT ore nikel ke pasar domestik dan ekspor selama periode 2019-2023. Selain kerugian finansial, aktivitas ilegal ini juga menyebabkan kerusakan lingkungan serius, termasuk kerusakan hutan seluas 147 hektare di kawasan lindung.

Kerusakan ekologis yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang ilegal ini berdampak langsung pada lingkungan Pulau Kabaena. Uji laboratorium menunjukkan air di sekitar lokasi tambang tercemar kandungan logam berat melebihi ambang batas. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat setempat akan dampak kesehatan dan kerusakan lingkungan yang lebih luas, seperti abrasi dan pencemaran laut.

Kasus PT TMS ini tidak hanya menjadi sorotan karena kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, tetapi juga karena adanya dugaan keterkaitan dengan istri Gubernur Sultra terpilih, Andi Sumangerukka. Arinta Nila Hapsari dikenal dengan julukan “Ratu Nikel Sultra” dan disebut-sebut mengendalikan kepemilikan saham di PT TMS versi ilegal.

Penyegelan oleh Kejagung ini menjadi pesan tegas bahwa penegakan hukum berlaku untuk semua pihak, tanpa memandang latar belakang politik. Kasus ini menjadi ujian bagi transparansi dan keberpihakan negara terhadap kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat.(Marwan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *