HarianSultra.com, Kendari – Aktivis Lingkungan Hidup WALHI dan LBH se Sulawesi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) mengeluarkan pernyataan sikap mengecam Polda Sultra atas penetapan dua tersangka warga pejuang lingkungan di Desa Torobulu, Kabupaten Konawe Selatan.
Dua tersangka itu yakni Haslilin alias Walili (Ibu rumah tangga) dan Andi Firmansyah (Wiraswasta) dengan Nomor Surat Polisi: S.Pgl/69/III RES.5.5./2024/Ditreskrimus dan Nomor: S.Pgl/68/III/RES.5.5./2024/Ditreskrimus.
Perwakilan WALHI Sultra, Didi Hardiana menjelaskan penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari pemanggilan 32 warga Desa Torobulu untuk diinterogasi pada 8 Januari 2024. Sebelumnya, jelas Didi, PT Wijaya Inti Nusantara (WNI) bagian dari Tridaya Group mengajukan laporan kepolisian dengan tuduhan warga telah menghalang-halangi aktivitas pertambangan nikel tersebut.
“Ya jelas saja warga menghalangi aktifitas penambangan itu karena berada sangat dekat dengan pemukiman warga,” kata Didi saat di konfirmasi melalui telepon selularnya oleh Jurnalis HarianSultra.com, Selasa, (5/3/2023).
Dasar dari laporan PT WIN, kata Didi, Polisi mengancam warga dengan pasal tindak pidana bidang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan yang diatur dalam Pasal 162 Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Pasal 39 ayat (2) Paragraf 5 Energi Sumber Daya Mineral UU No 6 Tahun 2023 tentang penetapan PERPU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Atas peristiwa ini, KMS mengecam keras dan menyatakan tindakan Polda Sultra dalam penetapan warga sebagai tersangka sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). KMS juga menilai bahwa tuduhan tindak pidana terhadap warga hanyalah mencari-mencari kesalahan karena warga menolak aktivitas pertambangan yang tidak sesuai dengan AMDAL dan Peraturan Perundang-undangan.
“Pada prinsipnya, warga hanya menjalankan hak asasinya yang telah dimandatkan di dalam pasal 28H UUD 1945 di mana warga berhak atas lingkungan yang baik dan sehat, sehingga apa yang dilakukan warga merupakan mandat konstitusi yang seharusnya tidak boleh dijadikan tersangka,” kata Didi.
Selain itu, pasal 66 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata (ketentuan anti SLAPP).
Hal yang disampaikan warga sebenarnya dijamin UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum. Merujuk pada undang-undang ini, kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami KMS mengingatkan kepada Polda Sultra bahwa penegakan hukum dengan mencari-cari kesalahan warga negara merupakan penggunaan hukum untuk
menghalangi warga dalam menuntut haknya, juga merupakan bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) dan hal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia,” jelas perwakilan KMS ini.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, KMS mendesak :
1. Mendesak Kapolri, Jenderal Pol Drs.Listyo Sigit Prabowo.Msi, untuk memerintahkan
Kapolda menghentikan penetapan tersangka pada warga pejuang lingkungan Desa Torobulu dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup sebagai bentuk komitmen Institusi Kepolisian pada Anti SLAPP sesuai Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Mendesak Kapolda Sultra Irjen Pol. Drs. Teguh Pristiwanto untuk mencabut penetapan tersangka kepada dua korban SLAPP dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan di Desa Torobulu.
3. Mendesak Menteri ESDM untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) di Desa Torobulu, Konawe Selatan.
4. Meminta Komnas HAM untuk mengambil tindakan perlindungan yang segera dan memberikan tindakan tegas atas pelanggaran HAM yang melibatkan bisnis nikel di Desa Torobulu.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) terdiri dari WALHI Sulawesi Tenggara, LBH Makasar, LBH Kendari, WALHI Sulawesi Selatan, WALHI Sulawesi Tengah, WALHI Sulawesi Barat, LBH Ansor Kendari, Perkumpulan Forum Alam Nusantara,Satya Bumi, Jatamnas, PUSPAHAM Sulawesi Tenggara, Komunitas Pecinta Alam Sulawesi Tenggara, Solidaritas Perempuan Sulawesi Tenggara, Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara. (Wan)